Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2012

Dia

Saat ku tatap wajahnya, ada sesuatu yang kurasakan. Aneh. Sesuatu yang belum pernah kurasakan sebelumnya. Menghantam jantungku hingga mengganggu sel-selnya. Seolah jantungku berhenti untuk beberapa detik. Luar biasa.Sebenarnya apa ini? Sungguh menggangu. Ini semua tak dapat hilang dari ingatanku bahkan sampai jam dinding berputar 360 o untuk kedua kalinya. Saat aku mengingatnya, semua sel-sel dalam tubuhku merespon, menimbulkan perasaan itu lagi. Perasaan apa ini sebenarnya? Dan makhluk apa dia sebenarnya? Aku rasa dia bukan manusia. Jika dia bukan manusia, lalu apa dia? Hantu? Aku rasa bukan, bukan rasa takut yang aku rasakan. Atau di malaikat? Tapi jika dia malaikat, harusnya aku tak dapat menatapnya. Atau mungkin dia belum menunjukan wujud yang sebenarnya? Ah! Ini sungguh membingungkan. Setelah semua terjadi, ternyatadia menjadi candu untukku. Entah apa yang memaksaku untuk menatapnya lagi, meski dari kejauhan. Semua berjalan sama seperti saat pertama. Untuk kedua kali ini, a

IPA 4 "SAPARAPAT"

--> Seperti orang yang pindah, dari sebuah dreamland utopia ke sebuah tempat bak neraka dunia. Waktu kelas X dulu aku rasa semua siswa X.8 ada dalam keadaan baik, maksudku baik itu keadaan fisik atau mentalnya. Tak ada satupun aku temukan siswa X.8 yang ‘badung’ dalam artian badung lain. Paling banter kenakalan mereka hanya sekadar iseng-iseng ringan. Semuanya calm-down, semuanya baik. Itu artinya takdir bahwa aku mendapatkan kelas XI IPA 4 adalah musibah. Pertemuan diawali dengan kurang baik. Waktu itu ketika awal masuk sekolah, aku masih sibuk dengan organisasi dalam kegiatan MPLS. Pada hari Jum’at setelah aku tak masuk dari hari Senin, aku masuk ke kelas. Demi apa, aku bingung, aku merasa asing, ya memang asing, hanya segelintir orang yang aku kenal dan mengenalku. Aku tak tahu harus duduk dimana dan dengan siapa. Akhirnya aku mendapatkan bangku duduk bersama Annisa. Kenapa Annisa? Karena tinggal dia pilihan terakhir, ya itu artinya bukan pilihan. Annisa sama sepertiku, sibu