Terorisme masih saja menghangat hingga kini. Terkadang, aksi terorime
diakibatkan oleh pemahaman yang keliru terhadap hadits yang akan kita
bahas sekarang ini, insya Allah. Yaitu hadits ke-25 dalam Shahih
Bukhari. Hadits ini masih berada di bawah Kitab Al-Iman (كتاب
الإيمان).Pembahasan hadits ke-25 ini diberi judul “Memerangi Manusia
Hingga Bersyahadat, Shalat dan Zakat”. Kami berharap pembaca tidak hanya
membaca judulnya karena dikhawatirkan terjadi misinterpretasi terhadap
hadits ini. Sebaliknya, kami merekomendasikan pembaca membaca
keseluruhan penjelasan hadits di bawah ini.Berikut ini matan (redaksi)
hadits Shahih Bukhari ke-25:عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ –
صلى الله عليه وسلم – قَالَ أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى
يَشْهَدُوا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ
اللَّهِ ، وَيُقِيمُوا الصَّلاَةَ ، وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ ، فَإِذَا
فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّى دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلاَّ
بِحَقِّ الإِسْلاَمِ ، وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللَّهِDari Ibnu Umar, bahwa
Rasulullah SAW bersabda, “Aku diperintah untuk memerangi manusia
sehingga bersaksi bahwa tiada ilah kecuali Allah dan Muhammad adalah
utusan Allah, dan supaya mereka menegakkan shalat dan mengeluarkan
zakat. Jika mereka melakukan itu maka darah dan harta mereka mendapat
perlindungan dariku, kecuali karena alasan-alasan hukum Islam. Sedangkan
perhitungan terakhir mereka terserah kepada Allah.Penjelasan
Haditsأُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لاَ إِلَهَ
إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، وَيُقِيمُوا
الصَّلاَةَ ، وَيُؤْتُوا الزَّكَاةAku diperintah untuk memerangi manusia
sehingga beraksi bahwa tiada ilah kecuali Allah dan Muhammad adalah
utusan Allah, dan supaya mereka menegakkan shalat dan mengeluarkan
zakatJika ada kata-kata أُمِرْتُ (aku diperintah) yang disabdakan oleh
Rasulullah SAW, maka maksudnya adalah diperintah Allah, karena hanya
Dia-lah yang memerintah Rasulullah SAW. Sedangkan jika kata-kata
أُمِرْتُ (aku diperintah) diucapkan oleh sahabat maka artinya adalah
diperintah oleh Rasulullah, kata-kata itu tidak mengandung interpretasi
“Aku diperintah oleh sahabat yang lain.” Karena selama mereka adalah
mujtahid maka mereka tidak menjadikan perintah mujtahid lain sebagai
hujjah.Kalimat حَتَّى يَشْهَدُوا (hingga mereka bersaksi) menjelaskan
bahwa tujuan memerangi adalah adanya sebab-sebab yang disebutkan dalam
hadits. Ini sekaligus berarti bahwa orang yang sudah bersyahadat,
menegakkan shalat dan mengeluarkan zakat akan dijamin jiwanya. Tidak
boleh diperangi.Menegakkan shalat (يُقِيمُوا الصَّلاَة) artinya
mengerjakan shalat wajib secara kontinyu dengan memenuhi syarat dan
rukunnya.Dalam hadits ini dipakai istilah أقاتل (aku memerangi) bukan
أقتل (aku membunuh). Keduanya berbeda. Dan dalam kerangka hadits inilah
Abu Bakar memerangi orang yang tidak mau mengeluarkan zakat. Tidak ada
satupun riwayat yang menunjukkan beliau membunuh mereka.، فَإِذَا
فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّى دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلاَّ
بِحَقِّ الإِسْلاَمِJika mereka melakukan itu maka darah dan harta mereka
mendapat perlindungan dariku, kecuali karena alasan-alasan hukum
IslamJika mereka telah bersyahadat, menegakkan shalat dan mengeluarkan
zakat, maka mereka mendapat perlindungan dari Rasulullah atau pemerintah
Islam. عَصَمُوا (mereka dalam lindunganku) artinya terjaga atau
terlindungi. Al ‘Ishmah berasal dari Al ‘Ishaam, yaitu tali untuk
mengikat mulut ghirbah (tempat air dari kulit binatang) agar airnya
tidak mengalir.Kecuali karena alasan-alasan hukum Islam (إِلاَّ بِحَقِّ
الإِسْلاَمِ) maksudnya adalah, meskipun dalam kondisi normal seseorang
dilindungi dalam Islam, namun jika ia melakukan kejahatan maka hukuman
hadud tetap dilaksanakan. Misalnya jika seorang muslim yang telah
menikah terbukti berzina dengan terpenuhi empat saksi yang melihatnya,
maka ia dirajam.Demikian pula mereka tidak boleh diperangi kecuali
dengan alasan yang disyahkan hukum Islam. Misalnya, melakukan bughat
(pemberontakan kepada pemerintahan Islam yang sah).وَحِسَابُهُمْ عَلَى
اللَّهِSedangkan perhitungan terakhir mereka terserah kepada Allah.Yaitu
dalam hal-hal yang rahasia, khususnya yang lolos dari hukum. Karena
hukum dalam Islam ditetapkan atas bukti zhahir. Adapun batinnya, atau
jika ada kesalahan dalam putusan hukum, maka Allah yang akan
mengadilinya di akhirat kelak.Ibnu Hajar Al Asqalani menegaskan bahwa
hadits ini menjadi dalil untuk tidak mengkafirkan ahli bid’ah yang
mengikrarkan tauhid dan melaksanakan syariat. Hadits ini juga menjadi
dalil diterimanya taubat orang kafir, terlepas dari kekafirannya sebelum
itu bersifat dzahir atau batin.Ibnu Hajar Al Asqalani juga menjawab
keraguan sebagian orang yang merasakan pertentangan antara hadits ini
yang dianggap menuntut untuk memerangi orang-orang yang menolak tauhid
dengan ketentuan terhadap orang yang membayar jizyah atau mu’ahadah
(terikat perjanjian damai) tidak diperangi.Beliau menjawab bahwa ada
enam jawaban untuk pertanyaan di atas. Pertama, hadits ini dinasakh
dengan hukum penarikan jizyah dan mu’ahadah. Kedua, hadits ini bersifat
umum lalu dikhususkan dengan hadits lain tentang jizyah dan mu’ahadah
bahwa keduanya tidak diperangi. Ketiga, konteks hadits ini bersifat umum
namun memiliki maksud tertentu. Maksud dari an-naas (manusia) dalam
hadits ini adalah kaum musyrikin, bukan ahli kitab. Namun pendapat ini
lemah sebab orang yang terikat perjanjian damai bisa saja orang musyrik.
Keempat, maksud syahadah dalam hadits ini adalah menegakkan agama Islam
dan menundukkan pembangkang. Tujuan itu bisa dicapai dengan berperang,
atau mereka membayar jizyah, atau dengan mu’ahadah. Kelima, bahwa
tuntutan dari perang tersebut adalah agar mereka bertauhid atau membayar
jizyah sebagai pengganti. Keenam, tujuan diwajibkannya jizyah adalah
mendesak mereka untuk memeluk Islam. Seakan-akan Rasulullah bersabda,
“hingga mereka memeluk Islam atau melaksanakan perbuatan yang
mengharuskan mereka memeluk Islam.” Jawaban terakhir ini dikatakan oleh
Ibnu hajar sebagai jawaban yang paling baik.Yusuf Qardhawi membahas
hadits ini secara panjang lebar dalam Fiqih Jihad dengan maksud agar
tidak disalah pahami oleh umat Islam. Agar jangan sampai umat salah
memahami bahwa melalui hadits ini Islam diwajibkan memerangi manusia non
muslim seluruhnya. Bukan. Bukan seperti itu maksudnya.Maka Yusuf
Qardhawi menjelaskan bahwa konteks hadits ini adalah peperangan
terbatas. An-naas yang disebutkan dalam hadits ini secara khusus mengacu
kepada orang-orang musyrik yang telah menindas dakwah di Makkah dan
selalu menzalimi kaum muslimin.Yusuf Qardhawi di dalam Fiqih Jihad juga
menjelaskan bahwa perang-perang yang dilakukan oleh umat Islam di masa
Rasulullah, baik ghazwah maupun sariyah, hampir semuanya didahului oleh
penyerangan dari pihak musuh, rencana penyerangan dari pihak musuh
(diantaranya dengan memobilisasi kekuatan), atau pengkhianatan pihak
musuh (misalnya Yahudi Bani Qainuqa’, Quraidhah, dan Nadhir). Bisa
dikatakan bahwa peperangan Rasulullah bersifat difa’iyah
(defensif).Yusuf Qardhawi juga mengutip pendapat banyak ulama secara
detail khusus untuk membahas satu hadits ini, termasuk pendapat Ibnu
Hajar di atas dan pendapat Al Jashash.Yusuf Qardhawi juga mengutip
penjelasan Ibnu Taimiyah. Diantaranya adalah penjelasan Ibnu Taimiyah
dalam Al-Qaidah fi Qital Al Kafir bahwa maksud hadits ini adalah “Aku
tidak diperintahkan untuk berperang kecuali hingga sampai pada tujuan
ini. Bukan bermaksud aku diperintah untuk memerangi semua orang hingga
tercapai tujuan ini. Penafsiran ini bertentangan dengan nash dan ijma’.
Beliau tidak melakukan itu tetapi sebagaimana pada sirahnya, bahwa orang
yang berdamai dengan beliau tidak akan diperangi.”Pelajaran
HaditsDiantara pelajaran hadits yang bisa kita ambil dari hadits di atas
adalah sebagai berikut:1. Peperangan yang dilakukan oleh Rasulullah,
yang diperintah oleh Allah adalah peperangan yang terbatas pada
orang-orang non muslim, khususnya yang memerangi, menzalimi, atau
mengkhianati Islam ;2. Orang-orang yang telah bersyahadat, menegakkan
shalat dan mengeluarkan zakat tidak boleh diperangi, kecuali dengan
alasan hukum Islam (misalnya melakukan bughat);3. Harta dan jiwa kaum
muslimin yang telah bertauhid, shalat dan zakat dilindungi oleh
pemerintah Islam kecuali karena adanya hukum Islam yang dilanggar
(misalnya zina);4. Bagi kesalahan yang tidak terjamah hukum, atau lolos
dari pengadilan Islam, maka tetap ada pengadilan lain yang akan
mengadilinya yaitu pengadilan Allah SWT.Demikian penjelasan singkat
hadits Shahih Bukhari ke-25. Semoga Allah memberikan hidayah kepada kita
sehingga istiqamah dalam tauhid, menegakkan shalat dan menunaikan zakat
serta kita dijauhkan dari pemahaman yang salah terhadap hadits.
Allaahumma aamiin.Wallaahu a’lam bish shawab.
Source : here!
Source : here!
Komentar
Posting Komentar